Samsung Electronics hari ini mengungkapkan bahwa teknologi organic light-emitting diode (OLED) tidak awet, sebagai akibatnya nir sinkron apabila digunakan pada perangkat menggunakan layar besar misalnya televisi dan monitor yang umumnya dipakai buat waktu yang lama . Layar OLED hanya cocok buat perangkat menggunakan harapan hayati lebih pendek, seperti smartphone atau smartwatch, lantaran cacat bawaan layar yg diklaim burn-in, atau retensi gambar.
OLED terbuat dari bahan organik, misalnya yang bisa dicermati dalam awalan ‘O’ menurut kata ‘Organic’. Umumnya, zat organik mengacu pada senyawa pada mana atom karbon terikat pada hidrogen dan oksigen, dan mengacu dalam zat yg dimiliki sang organisme hidup atau diproduksi sang organisme hayati. Karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin merupakan bahan organik. Bila Anda memanaskannya, bahan-bahan ini akan menyala dan terbakar.
OLED merupakan panel self-emitting yang memancarkan cahaya ketika arus mengalir melalui bahan organik. Warna cahaya tidak sama tergantung menurut jenis bahan organik yang dipakai sebagai bahan pemancar cahaya. Di sisi lain, karena karakteristik ini, dimungkinkan buat menciptakan perangkat dengan layar OLED sebagai lebih tipis & ringan lantaran nir memerlukan lampu yang menyinari di belakang layar waktu menampilkan gambar misalnya dalam layar berjenis LCD atau LED.
OLED yg mempunyai kelemahan dalam cahaya dan panas cenderung kehilangan kecerahan & reproduktibilitas rona ketika saat pemakaian semakin tinggi. Hal ini sama seperti bahan organik lainnya, misalnya juz butir yang akan berubah dan teroksidasi seiring waktu penggunaan meningkat. Secara khusus, jika rona eksklusif tetap buat ketika yg usang, masa gunakan piksel yg digunakan akan berkurang. Pada syarat ini, layar mulai nampak bernoda. Pada akhirnya, noda ini menunjuk ke ‘kenyataan terbakar atau burn-in’ yg tertinggal secara tetap pada layar.
Sementara layar OLED tidak sebagai perkara bagi produk yang tidak memiliki harapan hidup yang panjang. Misalnya pada smartphone atau smartwatch, karena rata-rata masa pakainya nir lebih dari dua hingga 3 tahun, sebagai akibatnya fenomena burn-in sporadis terlihat bahkan waktu layar OLED sering dipakai.
Tetapi hal ini jua bergantung dalam kualitas panel OLED yg dipakai, karena beberapa smartphone dengan layar OLED dikabarkan telah mengalami masalah burn-in hanya dalam hitungan hari atau bulan.
Di sisi lain, nir misalnya OLED yang memakai bahan organik sebagai indera pemancar cahaya, QLED memakai quantum dot yg merupakan bahan anorganik. Quantum dot memiliki bahan yg bisa didapat berdasarkan mineral yang membentuk batuan atau bumi, & mereka tidak memiliki senyawa karbon & tidak gampang berubah. Berlian, yang seperti menggunakan semikonduktor nanocrystal dalam quantum-dot, merupakan contoh indah dari mineral yang nir lekang sang saat.
Dilansir dari google, bing dan berbagai web lainnya, berikut kami merangkum artikel Layar OLED terbukti tidak awet, semoga informasi ini bermanfaat.
Author Profile

Latest entries
- 2022.07.05InfoteknoBambonghore Tekno | CEO Samsung: TIZEN TV akan meluncur akhir tahun ini
- 2022.07.05InfoteknoBambonghore Tekno | Samsung mulai produksi massal DRAM mobile 8Gb LPDDR4 pertama di dunia yang lebih cepat dari memori PC dan server
- 2022.07.05InfoteknoBambonghore Tekno | Samsung Gear S2 mendarat di China
- 2022.07.05InfoteknoBambonghore Tekno | Divisi R&D dan engineer Samsung mulai tinggalkan bisnis smartphone